Statistik Pengunjung

Kamis, 17 November 2011

Pendataan Karang Dengan Manta Tow


1. Metoda Manta Tow

Metoda Manta Tow adalah suatu teknik pengamatan terumbu karang dengan cara
pengamat di belakang perahu kecil bermesin dengan menggunakan tali sebagai penghubung antara
perahu dengan pengamat (Gambar 1). Dengan kecepatan perahu yang tetap dan melintas di atas
terumbu karang dengan lama tarikan 2 menit, pengamat akan melihat beberapa obyek yang
terlintas serta nilai persentase penutupan karang hidup (karang keras dan karang lunak) dan karang
mati.  

Gambar 1. Teknik Manta Taw
Data yang diamati dicatat pada tabel data dengan menggunakan nilai kategori atau dengan
nilai persentase bilangan bulat. Untuk tambahan informasi yang menunjang pengamatan ini, dapat
pula diamati dan dicatat persen penutupan pasir dan patahan karang serta obyek lain (Kima,
Diadema dan Acanthaster) yang terlihat dalam lintasan pengamatan.
Tim Kerja
Pada tahap pemula, pengamatan dengan menggunakan metoda Manta Tow membutuhkan
paling sedikit    4 orang dengan masing‐masing orang mempunyai tugas dan fungsi masing‐masing,
yaitu:
™ 1 orang bertugas mengemudikan perahu motor.
™ 1 orang bertugas sebagai pengamat (observer) yang ditarik di belakangperahu.
™ 1 orang bertugas sebagai penunjuk arah yang berada di depan perahu dan melihat posisi perahu
agar selalu berada di antara rataan terumbu dengan tepi tubir.
™ 1 orang bertugas sebagai penentu waktu, fungsinya adalah memperhatikan waktu pengamatan
dan memberi tahu pengemudi untuk menghentikan perahu apabila waktu pengamatan telah
berlangsung selama 2 menit.
Seluruh anggota tim harus mengetahui metoda ini dengan benar serta melaksanakannya
dengan penuh tanggung jawab dan sesuai dengan prosedur yang ada, karena ini berhubungan erat
dengan keselamatan seluruh anggota tim.Untuk tahap mahir, pengamatan ini bisa dilakukan hanya dengan menggunakan tim kerja
yang berjumlah dua orang, yaitu satu untuk pengamat dan satunya lagi adalah pengemudi perahu
yang sekaligus bertugas sebagai penentu lama waktu tarikan.
Peralatan yang Digunakan
Untuk melakukan pengamatan terumbu karang dengan menggunakan metoda Manta Tow
ini diperlukan peralatan sebagai berikut :
1. Kaca mata selam (masker)
2. Alat bantu pernapasan di permukaan air (snorkel)
3. Alat bantu renang di kaki (fins)
4. Perahu bermotor (minimal 5 PK)
5. Papan manta (manta board) yang berukuran panjang 60 cm, lebar 40cm, dan tebal 2 cm
6. Tali yang panjangnya 20 meter dan berdiameter 1 cm.
7. Pelampung kecil
8. Papan plastik putih yang permukaannya telah dikasarkan dengan kertas pasir
9. Pensil
10. Penghapus
11. Stop watch/jam
12. Global Positioning System (GPS)
Perahu dengan berkekuatan kurang lebih 5 PK digunakan untuk menarik pengamat dan
dapat memberikan kecepatan yang cukup bagi pengamat untuk melakukan pengamatan dengan
baik. Kecepatan perahu ini harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak terlalu cepat dan juga tidak
terlalu lambat pada saat melakukan pengamatan.
Papan manta yang berukuran 60 cm x 40 cm x 2 cm (panjang x lebar x tebal) digunakan
sebagai tempat pegangan pengamat dan untuk meletakkan papan tabel. Pengamat juga dapat
mengatur arah gerakan ke kanan, ke kiriatau pun menyelam dengan menggerakkan papan manta ini.
Satu lubang di tengah bagian bawah papan manta diperlukan agar pengamat dapat mengatur
posisinya pada saat melakukan pengamatan. Papan manta
Tali sepanjang 20 meter digunakan untuk menghubungkan papan manta dengan perahu.
Jarak antara ujung perahu dengan pengamat adalah 18 meter sehingga sisa panjang tali digunakan
untuk mengikat ujung perahu. Lebar papan manta dan panjang regangan tali pengikatnya perlu
diperhatikan untuk mendapatkan jarak antara pengamat dan ujung perahu yang sesuai. Dua buah
pelampung dipasang pada jarak 6 meter dan 12 meter dari ujung perahu ke arah papan manta.
Fungsi pelampung ini adalah sebagai tanda untuk menentukan kecerahan air laut.
Papan plastik putih digunakan untuk tabel data. Tabel data yang ditempelkan pada papan
manta hendaknya menggunakan plastik akrilik dengan posisi tabel diletakkan di tengah papan manta
sehingga data yang dilihat oleh pengamat dapat dituliskan pada tabel data tersebutJam atau stop
watch digunakan untuk menentukan lamanya waktu pengamatan. Lama pengamatan adalah 2 menit
pada setiap tarikannya. Global Positioning System digunakan untuk penentuan posisi. Karena alat ini
(GPS) cukup mahal, maka untuk penggunaan di desa sebaiknya digunakan tanda‐tanda alam yang
berada di pantai (contoh; pohon kelapa miring ditanjung X, batu besar, bangunan permanen, dan
lain‐lain). Setiap setelah pengamatan selama dua menit, pengamat harus menentukan posisinya
dengan cara melihat tegak lurus garis pantai dan menggunakan tanda alam apa sebagai acuan
posisinya.
Prosedur Umum Manta Tow
Pengamat ditarik di antara rataan terumbu karang dan tubir (reef edge) , dengan
kecepatan yang tetap yaitu antara 3  ‐  5 km/jam atau seperti orang yang berjalan lambat. Bila ada
faktor lain yang menghambat seperti arus perairan yang kencang maka kecepatan perahu dapat
ditambah sesuai dengan tanda dari si pengamat yang berada di belakang perahu. Pengamatan
terumbu karang dilakukan selama 2 menit, kemudian berhenti beberapa saat untuk memberikan
waktu bagi pengamat mencatat data beberapa kategori yang terlihat selama 2 menit pengamatan
tersebut ke dalam tabel data yang tersedia di papan manta. Setelah mendapat tanda dari pengamat
maka pengamatan dilanjutkan lagi selama 2 menit, begitu seterusnya sampai selesai pada batas
lokasi terumbu karang yang diamati.  
Dalam pengamatan penutupan karang (keras, lunak, dan mati), pengisian data untuk
penutupan karang sebaiknya menggunakan persentase. Hal ini untuk memudahkan pengamat dalam
menentukan masing‐masing tutupan karang. Pengamat harus memperhatikan total persen dari
penjumlahan tutupan karang ditambah dengan pasir dan tutupan lainnya jangan sampai melebihi
100 % . Pengisian data‐data ke atas tabel data tergantung kepada tujuan pengamatan itu
sendiri. Tabel data  contoh sederhana untuk pengamatan terumbu karang
yang bertujuan untuk mengetahui tutupan karang keras, karang lunak, dan karang mati yang dapat
menggambarkan kondisi terumbu karang secara umum. Apabila pengamatan ditujukan untuk
mengetahui informasi lain dari terumbu seperti kelimpahan bintang laut berduri, patahan‐patahan
karang, hamparan pasir, spong, kima, alga, dan biota terumbu karang lainnya maka tabel data
tersebut dapat dimodifikasi sesuai dengan keperluan pengamatan.  

Tabel Data Pengamatan Terumbu Karang
Lokasi   : ……………………………..
Waktu   : ……………………………..
Tanggal   : ……………………………..
Pengamat   : ……………………………..
Penunjuk arah yang berada di depan perahu agar selalu memperhatikan posisi perahu dan
memberikan tanda ke pengemudi perahu agar perahu tetap pada jalurnya, yaitu antara rataan
terumbu dan tepi tubir. Ia harus memperhatikan adanya batu‐batu karang yang menonjol ke
permukaan laut sehingga dapat dihindari demi keamanan mesin perahu dan juga pengamat yang
berada di belakang perahu, juga kedalaman laut di atas terumbu karang harus diperhatikan agar
perahu tidak kandas.
No.
Tarikan
Posisi Tutupan karang
Kedalaman  
(m)
Kecerahan air  
(kategori)
Keterangan
Awal Akhir Keras Lunak Mati
                   

Ikan Chiellinus or Ikan Napoleon


Bicara soal ikan terumbu karang, ikan napoleon (Cheilinus undulatus) jelas bukan primadonanya. Tampangnya enggak cakep. Warnanya juga kagak terlalu menarik. Apalagi menginjak umur setengah baya badannya jadi meraksasa, sehingga orang yang belum mengenalnya bakal takut. Meskipun gerakannya lamban, kesan menyeramkan tak bisa hilang.

Tapi di kalangan pecinta makanan ikan laut di Hongkong sana, ikan ini benar-benar sajian favorit. Kabarnya, daging mereka sangat lezat dan lembut, lalu, dia juga merupakan simbol status sosial dan ekonomi bagi penyantapnya. Menu ikan, yang di Hongkong disebut sio moy, ini biasanya dihidangkan pada acara atau peringatan khusus, umpamanya pesta ulang tahun kelahiran atau perkawinan. Permintaan tertinggi terjadi pada Hari Ibu. Syukur, barangkali itu merupakan bentuk penghargaan yang tinggi pada kaum ibu. Sajian ikan “buruk rupa” ini sering pula hadir saat ada jamuan makan dengan relasi bisnis.
Soal harganya, jangan tanya. Sekilonya di sana mencapai AS $ 80. Padahal, para taoke belanja ke para nelayan penangkapnya di Indonesia cuma dengan harga AS $ 20, meski di tingkat nelayan harga itu sudah menggiurkan. Akibatnya, penangkapan terhadap ikan jenis ini jadi membabi buta. Kalau menangkapnya cep … pakai tangan, mungkin tak masalah. Yang celaka, mereka diburu menggunakan bom rakitan atau racun potasium sianida (NaCN). Terumbu karang tempat mereka hidup, kongko-kongko, dan mencari makan jadi hancur atau mati.
Beruntung, para pecinta terumbu karang dan penghuninya segera teriak kencang. Pemerintah negara-negara yang wilayahnya menjadi habitat mereka segera pasang kuda-kuda. Larangan penangkapan terhadap mereka pun diberlakukan. Di antaranya oleh Filipina dan Indonesia. Kedua negara memang merupakan pemasok utama ikan napoleon untuk Hongkong. Maldivas kemudian mengikuti jejak keduanya. Tapi, sebenarnya masih ada negara lain yang “diam-diam” juga memasok ikan besar ini ke Hongkong. Di antaranya Australia, Cina, Malysia, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Thailand, dan Vietnam.
Di Indonesia sendiri larangan itu tidak cuma penangkapan, tetapi juga perdagangan mereka. Dalam SK Menteri Pertanian No. 375/Kpts/IK.250/5/95 disebutkan penangkapan cuma diizinkan Menteri Pertanian untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan serta pembudidayaannya. Nelayan tradisional juga diizinkan menangkap menggunakan alat dan tata cara yang tidak merusak sumber daya alam. Sedangkan dalam SK Menteri Perdagangan No. 94/Kp/V/95 dicantumkan larangan mengekspor ikan napoleon dalam keadaan hidup atau mati, bagian-bagiannya, maupun barang-barang yang terbuat dari ikan tersebut. CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna) pun memasukkan ikan napoleon ini sebagai satwa yang haram diperdagangkan. Sayang, implementasinya belum seperti diharapkan.
Gara-gara “selir” berebut kekuasaan
Pantas saja kalau kerusakan terumbu karang akibat serbuan serampangan terhadap si napoleon laut ini, bikin teriak banyak pihak. Pasalnya, kalau habitatnya luluh lantak mereka bisa kehilangan tempak tinggal dan dikhawatirkan punah. Padahal, mereka susah banget dikembangbiakkan di luar kampung halaman. Kalau cuma untuk hidup, bisa saja di miniatur laut seperti yang ada di Sea World Indonesia. Di sana saat ini ada beberapa ekor ikan napoleon. Tapi untuk punya keturunan, enggak janji! Penelitian yang dilakukan para bapak dan ibu di Loka Budidaya Air Payau Situbondo misalnya, mengungkapkan peluang mereka bisa beranak pinak di kolam percobaan sangat kecil. Meski telah berhasil dipijahkan, tingkat kelulushidupan (survival rate)-nya cuma 2 –3 % (Kompas, 5 Juli 1999). Artinya, setiap 100 ekor anak napoleon yang berhasil menetas, cuma 2 – 3 ekor yang mampu bertahan hidup. Selebihnya, ya menghadap Yang Maha Kuasa tak lama setelah turun ke dunia (air). Mungkin, tempat percobaan itu memang asing di mata si ikan napoleon.
Di kampung halaman mereka, dalam wilayah perairan terumbu karang Indo-Pasifik (Asia Tenggara dan Pasifik) dengan kedalamam 2 – 60 m, mereka bisa melihat pemandangan terumbu karang yang indah melambai-lambai. Mereka juga bisa bertegur sapa dengan tetangga sesama penghuni terumbu karang. Tempat favorit mereka adalah gua, celah, atau laguna di perairan terumbu karang. Sekarang bisa dimengerti, kebiasaan hidup di laut “beriman” (bersih, indah dan nyaman) menjadikan mereka stres berat bila dipaksa hidup di rantau orang. Tak terkecuali yang baru menetas. Wajar, kalau orok ikan napoleon tak banyak yang bisa bertahan.
Lebih-lebih siklus hidup bangsa ikan napoleon di tempat asalnya tergolong unik. Mereka termasuk dalam binatang hermaprodite protogynus. Di sini ikan napoleon jantan ada dua tipe, yakni mereka yang terlahir sebagai jantan dan tetap sebagai jantan sejati sampai akhir hayat, dan mereka yang memulai hidup sebagai betina dan dalam masa kehidupan berikutnya berubah fungsi sebagai jantan! Perubahan menjadi jantan biasanya terjadi setelah berumur 5 – 10 tahun atau berbobot badan kurang dari 10 – 15 kg. Namun, pergantian kelamin dan bagaimana perubahan kelamin terjadi masih menyimpan misteri.
Dramatis
Ada sejumlah faktor yang diperkirakan bisa mendorong perubahan jenis kelamin tadi. Yakni hubungan antarikan napoleon jantan dan dominasi sosial, atau dalam hal lebih spesifik, ukuran tubuhnya. Jenis Cleaner wrasse (Labroides dimidiatus), yang masih saudara ikan napoleon dalam keluarga besar Wrasse (Labridae), merupakan contoh paling baik. Pada ikan jenis ini seekor jantan yang besar bisa menjadi “raja” dan menguasai sebuah harem dengan sejumlah betina, bisa sampai enam ekor. Di dalam harem ini terbentuk hirarki yang jelas di antara para selir di harem tadi. Yang berbadan paling besar boleh menjadi ratu dan menempati kedudukan tertinggi. Ikan betina ini dalam aturan mainnya mendapatkan kekuasaan sangat besar atas betina lainnya. Dialah satu-satunya yang dapat hidup di sisi sang raja. Jika ratu atau betina lain menyatakan berhenti (menjadi selir), mangkat, atau berhalangan tetap, ikan betina yang berkedudukan lebih rendah berhak menggantikannya dengan naik ke jenjang sosial lebih tinggi, tanpa melalui sidang Majelis Permusyawaratan Wrasse. Sementara bila si rajalengser keprabon, betina terbesar bakal ikut bersaing dalam suatu perebutan kekuasaan melawan ikan jantan dari kampung tetangga yang akan mencoba mengambil alih kekuasaan atas wilayah dan penghuni harem. Kalau betina itu besar dan cukup agresif untuk menahan kudeta tersebut, dalam beberapa jam dia bakal bertindak sebagai raja, tetapi masih betina. Ia segera menjalankan roda pemerintahan dan beberapa hari kemudian berubah menjadi ikan jantan sejati.
Dalam menjaga keutuhan rumah tangganya, ikan napoleon jantan dewasa terkenal galak. Pejantan lain jangan sekali-kali mengganggu. Begitu ada pejantan lain yang dianggap mau coba-coba main mata dengan pasangan hidupnya, sang raja segera memberi pelajaran oknum tak tahu diri itu. Kalau perlu sampai titik darah penghabisan.
Ikan napoleon betina bertelur sepanjang tahun di pinggir atau bagian luar lereng terumbu karang. Proses bertelur ini terjadi dalam kelompok maupun berpasangan. Kegiatan bertelur dalam kelompok sungguh dramatis. Aktivitas itu dimulai dengan berkeliling bersama secara perlahan membentuk suatu kelompok. Saat anggota kelompok bertambah, mereka berenang lebih cepat dan lebih cepat lagi, akhirnya makin rapat membentuk kelompok besar. Pada puncak hiruk-pikuk tadi, seluruh kelompok naik ke arah permukaan laut kemudian secepat kilat berbalik arah dan meninggalkan sebuah massa telur dan sperma di belakang yang segera terbawa oleh arus.
Jika proses bertelur dilakukan secara pasangan, yang jantan menyiapkan tempat bertelur pada seonggok karang atau batu yang menyolok. Dari sini dia menarik perhatian betina yang lewat, yang kira-kira bisa memberi harapan. Caranya, di atas calon pasangan dia bergerak ke atas dan ke bawah dan menggetarkan tubuhnya sembari berenang kembali. Kalau siap menerima pinangannya, si betina akan membalasnya dengan memberi sinyal ke ikan jantan yang meminangnya. Dengan bangga si betina melengkungkan tubuhnya membentuk huruf “S” sembari mempertontonkan perut buncitnya yang berisi telur. Mereka kemudian bertelur dalam suatu gerakan naik turun secara cepat ke permukaan. Proses bertelur ini berlangsung singkat dalam suatu hari, tergantung pada kondisi setempat. Di areal dengan arus pasang surut yang kuat, bertelur terjadi hanya setelah puncak pasang naik, keadaan yang ideal untuk memindahkan telur ke luar terumbu karang.
Punya banyak nama
Ketika muda, ikan napoleon terlihat pucat dengan garis-garis vertikal lebih gelap. Begitu dewasa, warna tubuhnya menjadi hijau kebiru-biruan dengan garis-garis lebih jelas. Bibirnya menebal macam bibir Mick Jagger. Bagian atas kepalanya pun, di atas mata, menjadi benjol ke depan. Karena “ponok”nya itu, orang pun menamainya Wrasse kepala berponok (Humphead wrasse).
Wajahnya memiliki garis-garis tak beraturan. Di belakang matanya terdapat dua garis pendek berwarna hitam. “Goresan” hitam ini menyerupai ornamen wajah suku Maori di Selandia Baru. Maka, ikan napoleon pun mendapat julukan lain, Maori wrasse.
Dalam keluarga besar ikan terumbu karang, ikan napoleon yang berukuran paling besar. Bisa mencapai panjang lebih dari dua meter. Yang pernah dicatat, seekor ikan napoleon memiliki panjang 2,29 m dan bobotnya 191 kg. Karena ukurannya yang besar itu, orang pun menjulukinya sebagai Giant (maori) wrasse.
Di alam bebas, ikan napoleon dikenal sangat hati-hati terhadap ikan-ikan lainnya. Namun, di taman laut, dimana ikan-ikan dilindungi, mereka sering kali menjadi jinak dan dapat disentuh oleh penyelam. Umumnya, mereka hidup sendiri-sendiri. Cuma kadang-kadang mereka terlihat berenang-renang berpasangan. Paling pol, mereka berkelompok hingga empat ekor. Pada masa bertelur Maori wrasseterlihat bergerombol dalam jumlah banyak.
Kalau siang hari ikan napoleon menjelajahi kampung halamannya yang penuh terumbu karang yang indah. Kalau malam hari beristirahat guna melepas lelah di dalam gua terumbu karang atau di bawah langkan karang.
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sepanjang hari mereka secara tenang tapi pasti melahap ikan-ikan kecil, kerang-kerangan, bintang laut, teripang, atau cacing laut. Tulang-tulang dekat kerongkongannya (pharyngeal bones) bertindak sebagai geligi kedua yang memecahkan, menggiling, dan membantu dalam pemrosesan makanan.
Masa hidup mereka belum banyak diketahui orang. Namun, dipercaya mereka bisa hidup 25 tahun atau lebih. Itu kalau tidak makin banyak yang diburu. Tragisnya, nelayan tradisional kebanyakan menggunakan cara-cara terlarang, misalnya menyemprotkan potasium sianida ke tempat-tempat napoleon bersembunyi. Beberapa saat kemudian, ikan napoleon dan bakal teler.
Ikan-ikan lainnya yang saat itu berada di sekitarnya juga ikut lemas. Untuk bisa mengambil ikan napoleon, nelayan biasanya membongkar terumbu karang tempat si ikan napoleon tadi ngumpet. Inilah yang bikin terumbu karang rusak. Sesampai di kapal, mereka cepat-cepat diberi oksigen. Napoleon yang sudah meninggalkan kampung halaman ini pun segar kembali. Sebaliknya, terumbu karang tempat mereka bersembunyi luluh lantak, sehingga perlu waktu puluhan tahun untuk mengembalikan kondisinya.